Di sebuah tempat, sebut saja tempat tersebut bernama desa bantahan, hidup sebuah keluarga miskin ditengah masyarakat yang serba berkecukupan. kehidupan keluarga miskin ini hanya bergantung dari hasil pembuatan sapu lidi yang diperolehnya saat mencari kayu bakar untuk memasak. Setiap harinya keluarga tersebut dapat menjual hasil pembuatan sapu lidinya yang dapat dibelikan beras untuk makan hari tersebut dan sisanya untuk esok pagi. Sedangkan lauk pauknya keluarga tersebut hanya menerima alakadarnya apa yang ada saat mencari kayu bakar dihutan.
Kadangkala keluarga tersebut mendapatkan ikan hasil pancingan, atau "lamis" sejenis kerang laut yang berukuran kecil pipih untuk disantap dijadikan masakan pepes lamis. Akan tetapi disuatu waktu seorang anak yang masih berusia tidak kurang dari 6 tahunan, merengek meminta makan yang enak. Lalu bapaknya pun bertanya "mau makan apa ceng ?" tanya bapaknya. "makan sate" kata anaknya.
Permintaan untuk membeli sate tentunya sangatlah berat bagi keluarga miskin tersebut. Bapaknyapun mencoba membujuk dengan bahasa yang halus dan santun, "Ceng, bapak gak uang. kan aceng tahu sendiri kita makan hasil dari menjual sapu lidi. Sedangkan ikannya hasil dari bapak mancing" namun buju dan rayu bapaknya ini ternyata belum bisa meluluhkan keinginan keras anaknya tersebut.
Singkat cerita, bapaknya memiliki ide yang mungkin bisa bermanfaat untuk anaknya tersebut. Iapun dengan serta merta, membungkus nasi yang tersedia, dan melihat sisa lauk pauk yang ada di pawon. Ternyata setelah cukup membawa nasi untuk bertiga, berikut dengan lauk pauknya. Sang bapak mengajak serta merta anak dan Istrinya. Anak dan istrinya tertegun kebingungan dan Istrinya bertanya "Bapak mau kemana bawa nasi sama lauk pauk?" tanpa menjelaskan apapun alasannya, si bapak tersebut mengajak keduanya pergi ke satu tempat tepatnya dimana kedai sate berada, dengan mengambil posisi searah angin yang sejajar dengan asap sate, tanpa banyak berbicara bapaknya langsung membuka nasi dan lauk-pauk alakadarnya tersebut. Bapaknya pun berkata "aceng mau makan sate ya ?, ya udah ayo sekarang kalau kata bapak hirup udaranya hirup ya, lalu setelah hirup langsung makan nasinya".
Setelah lama menunggu, ketiga orang tersebut menunggu aba-aba dari bapaknya. Tepat sekitar 10 menit menunggu tiba saatnya bapaknya memberikan komentar "hirup", mmmmhhmm....enaknya ayo makan nasinya. Ternyata apa yang dimaksud bapaknya adalah makan sate bukan sate sesungguhnya melainkan hanya mencium baunya sate. Usai kenyang makan merekapun pergi meninggalkan lokasi.
Tentunya ini bagi saya sebuah kisah menarik walaupun cerita ini saya peroleh 25 tahun silam dari almahrum bapak, saat saat berbagi cerita dimalam hari. Pelajaran bagi saya adalah pada dasarnya apa yang kita nikmati sebenarnya tidak lebih karena rasa saat hadir terlintas dihidung kita, karena makanan apapun dan seenak apapun, jika sudah melwati hidung dan mulut maka jadinya tetap sama seperti makanan yang lain, jadi ini adalah sebuah pelajaran tentang bagaimana mengendalikan nafsu kita. Wallahualam.